“Dhuh Gusti, Ingkang Kawula Purugi Sinten Malih? Paduka Ingkang Kagungan Pangandikaning Gesang Langgeng”

Info

SULTAN CAKRAADININGRAT II (SULTAN ABDUL KADIRUN)







SALAH
SALAH
SALAH
BENAR



Di internet banyak beredar foto/gambar Sultan Cakraadiningrat II yang salah, seperti contohnya pada ketiga foto di atas yang bertanda silang warna merah. Foto/gambar Sultan Cakraadiningrat II (R. Abdul Kadirun) yang benar adalah foto di atas yang bertanda centang hijau.
Ketiga foto/gambar tersebut dan beberapa lagi yang beredar di internet adalah orang yang sama, hanya berbeda umur (waktu) ketika pengambilan foto. Beliau sebenarnya adalah Pangeran Suryonegoro (R. Hasim - Bupati Pertama di Bangkalan) dan beliau adalah Putra ke-38 dari Sultan Cakraadiningrat II (Sultan Abdul Kadirun). Dengan demikian Pangeran Suryonegoro adalah adik dari Pangeran Cokrokusumo.
Demikian agar dapat dipahami dan tidak memakai foto/gambar yang salah sebagai rujukan untuk Sultan Cakraadiningrat II (Sultan Abdul Kadirun).
(Bank Data MJW 1844)



GKJW JEMAAT BANGKALAN



Klik Perbesar
Pada tahun 1956 di wilayah Bangkalan sudah ada 8 keluarga Kristen yang bekerja sebagai Pegawai Negeri, Polisi, Tenaga Medis maupun Pegawai Swasta. Mereka adalah Bpk. Prihandaja (Swasta), Bpk. Winoto (Pegawai RS Bangkalan), Bpk. Siswo Utomo (Wakapolres), Bpk. Joedohoetomo (Swasta), Bpk. Harso (Kepala Agraria), Bpk. Sumardi (Guru STN), Bpk. Serang (PNS) dan Bpk. Don (PNS). Kedelapan orang ini mempunyai kerinduan besar untuk membentuk persekutuan, memuji dan memuliakan Nama Tuhan.
Semangat ini terus berlanjut sampai datangnya seorang pendeta penginjil Pinoedjo pada tahun 1956, sesuai mandat dari sinode Majelis Agung.
Pdt. Pinoedjo melayani Jemaat Bangkalan selama 4 tahun dari tahun 1956 sampai dengan tahun 1960, selanjutnya dimutasi ke GKJW Lumajang.
Sepeninggal Pdt. Pinoedjo, Bapak Winoto yang mengatur persekutuan, dan kadangkala ada pelayan dari Surabaya, seperti Pdt. RWK Adi Susilo yang melayani secara periodik di Bangkalan. Pada periode ini juga datang beberapa Penginjil dari YPPI Batu, di antaranya Victor HER Hard, Christian Mukari, I Made Ghana. Selanjutnya Majelis Agung mengutus vikar Sutrisno tahun 1976 sampai dengan menjadi Pendeta baru tahun 1984 untuk menggembalakan persekutuan di Bangkalan.
Persekutuan di Bangkalan secara resmi menjadi pepanthan GKJW Gubeng pada tahun 1976. Karena warga jemaat terdiri dari berbagai macam etnis dan suku bangsa, maka ibadah tidak lagi menggunakan Bahasa Jawa tetapi menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

GKJW Bangkalan terdiri dari berbagai macam latar belakang gereja dan etnis, seperti dari Gereja GPIB, HKBP, Gereja Baptis, GMIT, GKJ, GKI, Pentakosta, Katolik, Gereja Nias dan lain sebagainya, serta dari berbagai etnis, Tionghoa, Nias, Ambon, Batak, Jawa, Irian, NTT, Sulawesi, Sangir, NTB, Menado dan lain sebagainya. Latar belakang gereja dan etnis ini merupakan keunikan tersendiri yang hanya dimiliki oleh GKJW Bangkalan.
Setelah mengalami berbagai liku-liku dan pergumulan. saatnya jemaat GKJW Bangkalan ingin menjadi jemaat (pasamuan) yang mandiri lepas dari induknya GKJW Gubeng Surabaya. Berdasarkan penelitian dan surat-surat yang diajukan, maka Majelis Agung menetapkan pepanthan Bangkalan menjadi Gereja yang mandiri, dan pada tanggal 3 April 1983 pepanthan Bangkalan resmi menjadi Pasamuan Greja Kristen Jawi Wetan Bangkalan yang ke-104.

Sangat menarik pada ulasan penutup dari GKJW Bangkalan :
Tuhan telah menanam GerejaNya di bumi Bangkalan melalui delapan orang sebagai embrionya.
Perjuangan Karolus Wiryoguno seorang Madura asli dari Bangkalan merupakan inspirasi yang baik bagaimana mencari kebenaran dan keselamatan di dalam Kristus dan mempertahankan iman tersebut dalam kondisi apapun dan bahkan karena perjuangan mencari kebenaran itu 86 orang dewasa dan anak-anak telah menerima Baptisan Kudus dan pada perkembangannya menjadi sebagian besar cikal bakal orang Kristen di Mojowarno”.


" Molja’agi Allah e langnge’ se paleng tenggi ! "



Sumber :  http://kppm-gkjw-bangkalan.blogspot.com/p/pernak-pernik-sejarah-gkjw-jemaat.html?m=1 
Video     :  GKJW Jemaat Bangkalan




Buku IQRO HoNoCoRoKo




Buku praktis belajar membaca dan menulis Aksara Jawa.
Satu Paket isi 5 Jilid :
Tamat jilid 1 : laré apal hanacaraka.
Tamat jilid 2 : laré apal sandhangan swara.
Tamat jilid 3 : lare apal sandhangan wyanjana.
Tamat jilid 4 : laré apal pasangan.
Tamat jilid 5 : laré apal aksara murda, swara, rekan lan angka.

Monggo...yang berminat dapat menghubungi Bpk. SUHADI, klik gambar di atas atau klik Link ini >>  Kaligrafi Jawa.Com




Mengenang Jasa Gus Dur : Harmonisasi Kristen Mojowarno Dan Islam Tebuireng



Bukan rahasia umum lagi bahwa jasa besar Gus Dur adalah mengukuhkan panji-panji pluralisme. Sebab itu, pernyataan bahwa Gus Dur adalah pejuang pluralisme merupakan sebuah realitas yang tidak terbantahkan lagi.

Pluralisme pertama-tama dimulai dari kesadaran tentang pentingnya perbedaan dan keragaman. Sebab perbedaan merupakan fitrah yang harus dirayakan dan dirangkai menjadi kekuatan untuk membangun harmoni di dalam kehidupan sosial. Adapun anggapan bahwa pluralisme akan menjadi sinkretisme merupakan pandangan yang cenderung mengada-ada. Kenyataannya, pluralisme dan sinkretisme sangat tidak identik.

Kerukunan Beragama dan Interaksi Sosial
Semenjak berdirinya komunitas Kristen di Mojowarno tahun 1845 dan berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng Jombang yang usianya sama-sama lebih dari satu abad yang lalu, ternyata sentral agama Kristen Mojowarno dan Islam Tebuireng yang letaknya bisa dikatakan berdampingan, tidak pernah terjadi gesekan atau konflik apapun dari perbedaan agama tersebut. Mereka hidup dengan penuh ketenangan dan kedamaian selayaknya saudara. Secara tidak langsung kedua institusi agama ini telah menunjukkan sikap toleransi yang sangat luar biasa.

Di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kedua institusi agama tersebut saling berbaur dan guyub. Interaksi sosial yang damai, sejak dalam kegiatan sosial kemasyarakatan maupun kegiatan sosial ekonomi, diaplikasikan dengan penuh rasa persaudaraan yang sama sekali tidak ada diskriminasi keyakinan.

Kebersamaan keduanya terasa kental, kerukunan yang terjadi dalam interaksi sosial antara Kristen Mojowarno dan Islam Tebuireng, sudah menjadi bukti konkrit perjuangan Gus Dus yang populer dengan sebutan Tokoh Plurarisme. (Abdul Rahman Wahid)

Sumber : http://amanahru.blogspot.com/




SILSILAH LELUHUR



Klik Perbesar
Trah Keluarga Cokrokusumo dan Trah Keluarga Kromodjajan masih dalam satu garis Leluhur. Buku berjudul “Sejarah Madura”, tulisan Bupati Pamekasan Zainal Fattah pada tahun 1951, menyebutkan bahwa memang benar Pangeran Cokrokusumo (Abdurrasid) berasal dari Bangkalan dan telah meninggalkan Bangkalan. Selain itu disebutkan pula tentang silsilah PRABU BRAWIJAYA V yang ditemukan pada tahun 1960 melalui sumber buku sejarah yang berjudul “MADOERA EN ZIJN VORSTENHUIS” yang bertalian dengan Leluhur Pangeran Cokrokusumo.

Bupati pertama Jombang RAA. Soeroadiningrat V (Kanjeng Sepuh / R. Badrun) adalah juga keturunan ke-15 dari Prabu Brawijaya V - dari garis keturunan Arya Lembu Peteng / R. Jaka Peteng (Adipati Madura).
Putri pertama beliau : R. Ayu Badarijah menikah dengan Bupati Mojokerto RAA. Kromoadinegoro (RB. Abdul Madjid).
Dengan demikian Trah Jombang (RAA. Soeroadiningrat), Trah Kromodjajan dan Trah Cokrokusumo adalah merupakan garis keturunan Prabu Brawijaya V. Bahkan kedekatan dalam satu garis Trah dari Arya Lembu Peteng (R. Jaka Peteng) adalah : Trah Cokrokusumo (Mojowarno) dan Trah Jombang (RAA. Soeroadiningrat).
Sangat beralasan jika Pendeta J. Kruyt, Sr. mengatakan bahwa Karolus Wiryoguno itu adalah “trah andono warih rembesing madu” (istilah Jawa berarti: “ada hubungannya dengan keturunan leluhur/bangsawan”).

Atas permohonan Pendeta J. Kruyt, Sr. dan Karolus Wiryoguno - RAA. Kromodjojo Adinegoro III
Klik Perbesar

(Raden Aersadan) - Bupati Mojokerto 1866 - 1894 mengirim Djatmodjo alias Darmoredjo Djojoguno (Boas Waterstad) ke Mojowarno untuk membantu pelaksanaan proyek besar berupa : Jalan Raya, Bendungan, Gereja, Rumah Sakit, Gedung Sekolah Pertukangan, Sekolah Calon, Rumah Kepanditan dan bangunan yang akan dibangun di area kompleks Gereja dan Rumah Sakit. Bahkan beliau juga yang meresmikan gedung-gedung tersebut.
Djatmodjo alias Darmoredjo Djojoguno adalah salah satu putra Kyai Djaeko Djojoguno dan merupakan ayah dari Ds. R. Moeljodihardjo.
Menurut penelitian silsilah di kantor tempat Kagungan Dalem Kraton Yogyakarta, Kyai Djaeko Djojoguno masih satu keturunan dengan Kyai Karolus Wiryoguno dari Trah Cakraningrat dan dari Trah Mataram.

Selanjutnya Baca : 
1. "Serat Sara Silah Trah Keluarga Kromodjajan Kanoman Surabaya - Mojokerto".
2. "Kilas Sejarah Bupati Pertama Jombang".
3. "Raja Brawijaya V (Majapahit) memiliki 117 anak".
4. "Siapakah Sebenarnya Cakraningrat IV".
5. "Sejarah Sampang".
6. "Daftar Tokoh Madura Pada Jaman Kerajaan".
7. Zainal Fattah, Sedjarah Tjaranja Pemerintahan Di Daerah-Daerah Di Kepulauan Madura Dengan Hubungannja, The Paragon Press, 1951.